BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Gizi
1. Definisi Gizi
Istilah gizi atau ilmu gizi dikenal di Indonesia
pada tahun 1950-an, sebagai terjemahan dari kata inggris “nutrition”. Kata gizi sendiri
berasal dari kata “ghidza” dalam bahasa Arab yang berarti manan. Kata “ghidza”
dalam dialek mesir dibaca ”gizi”,
sementara itu ada juga yang menerjemahkan kata “nutrition” menjadi “nutrisi”
(Muchtadi, 2009:1).
Ilmu gizi disebut juga sebagai ilmu
pangan, zat-zat
dan senyawa lain yang terkandung dalam bahan pangan. Reaksi interaksi serta keseimbanganyayang dihubungkan dengan
kesehatan dan penyakit. Selain itu meliputi
juga proses pencernaan pangan, penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan dan
ekskresi zat-zat oleh organisme (Muchtadi, 2009 : 1).
Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digestasi,
absorsipsi, transformasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, tumbuhan dan fungsi normal dari organ, serta mengahasilkan energi (Supriasa,2002
: 17-18).
7
|
2. Zat gizi yang diperlukan
oleh Tubuh
Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh
manusia untuk memperoleh energi agar manusia dapat melakukan kegatan fisiknya
sehari-hari, maka tubuh manusia harus dipenuhi kebutuhan. Zat-zat makanan yang
diperlukan itu dapat dikelompokan menjadi 6 macam yaitu: air,
protein, lemak, vitamin, mineral dan karbohidrat.
Secara garis besar zat-zat makanan tersebut
dalam tubuh manusia berfungsi sebagai berikut:
a. Air,
berfungsi sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Tiroid, anak
ginjal, dan kelenjer keringat.
b. Protein,
berfungsi membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur
seperti enzim dan hormone, membentuk zat anti energi.
c. Lemak,
befungsi penghasilan kalori terbesar dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan
9,3 kalori sebagai pelarut Vitamin tertentu seperti, A, D, E, dan K, sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai
pelindung tubuh dari temperature rendah.
d. Karbohidrat,
terdiri dari unsur C, H dan O berdasarkan gugus penyusunan gulanya dapat
dibedakan enjadi, monosakarida, disakarida dan polisakarida.
e. Vitamin,
dapat dikelompokan menjadi Vitamin yang larut dalam air, meliputi B dan C, dan
vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K (Kartasapoetra, 2008 : 4-5).
3.
Tujuh Bahan Pokok makanan
Menurut Irianto (2004). Ada tujuh bahan pokok sumber
makanan yaitu sebagai berikut :
a. Golongan Bahan Makanan Sumber Makanan
Padi-padian dan umbi-umbian yang terutama engandung
banyak karbohidrat yang diperlukan untuk bahan bakar (energi). Bahan-bahan ini
umumnya digunakan sebagai akanan pokok. 1(satu) satun penukar mengandung 180
kalori, 40 gram protein, dan 40 gram karbohidrat. Untuk lebih jelas lihat table
berikut.
Tabel.2.1 bahan makanan sumber karbohidrat
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar (gram)
|
Ukuran Rumah
Tangga (URT)
|
Nasi beras
Nasi tim
Bubur beras
Nasi jagung
Kentang rebus
Mie basah
Bihun
Singkong
Talas
Ubi
Biscuit meja
Roti putih
Kraker
Maizena
Tepung beras
Tepung singkong
Tepung sagu
Tepung hankwee
Mie kering
|
100
200
400
50
200
250
50
100
200
150
50
80
50
40
50
40
40
40
50
|
3/4 gelas
1 gelas
1 ½ gelas
½ gelas
4 buah sedang
2 ½ gelas
1 gelas
1 potong sedang
1 biji besar
1 biji sedang
4 buah
4 iris
5 buah besar
8 sendok makan
8 sendok makan
8 sendok makan
7 sendok makan
8 sendok makan
1 gelas
|
b. Golongan Bahan Makanan Sumber Protein hewani
Umunya digunakan
sebagai lauk.
Tabel 2.2 bahan
protein penukar untuk 4 gram protein bahan
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar (gram)
|
Ukuran rumah
tangga (URT)
|
Daging sapi
Daging ayam
Hati sapi
Babat
Telur ayam kampung
Telur bebek
Ikan segar
Ikan asin
Ikan teri
|
25
25
25
60
75
60
50
25
25
|
1 potong sedang
1 potong kecil
1 potong sedang
2 potong sedang
2 butir
1 butir
1 potong sedang
1 potong sedang
2 sendok makan
|
c. Golongan Bahan Makanan Sumber Protein Nabati
Umunya digunakan sebagai lauk juga.
Tabel 2.3 bahan
makanan sumber protein nabati
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar (gram)
|
Ukuran Rumah
Tangga (URT)
|
Kacang hijau
Kacang kedelai
Kacang merah
Kacang tanah terkupas
Keju kacang tanah
Oncom
Tahu
|
25
25
25
20
20
50
100
50
|
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2,5 sendok makan
2 sendok
makan
2 sendok makan
2 potong sedang
1 biji
2 potong sedang
|
d. Golongan sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin terutama karoten,
vitamin C, dan mineral (zat kapur, zat besi, dan zat fosfor). Zat besi berguna
untuk pembentukan sel darah merah.
1) Sayuran kelompok A
Sayuran dala kelompok A mengandung sedikit kali
protein dan karbohidrat. Sayuran dalam kelompok A dalam setiap 100 gram bahan
mengandung Vitamin A sebanyak 1.000-5.000 UI (Unit International), yaitu:
baligo, daun bawang, daun kacang, daun koro, daun laun labu siam, daun waluh,
daun lobak, jamur
segar, oyong (gambaas), kangkung, mentimun, tomat, kecipir muda, kol, kembang
kol, labu air, lobak panjang, papaya muda, pecay, rebung, sawi, saledri,
selada, toge,
tebu, terong dan cabai hijau besar.
2) Sayuran kelompok B
Sayuran dalam kelompok B dalam satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram protein,
dan 10 gram karbohidrat. Satu satuan penukar = 100 gram sayuran mentah. Setiap
100 gram bahan mengandung 500-1.000 UI vitamin A, yaitu: bayam, biet, buncis,
daun beluntas, daun ketela rambat, daun kecipir, daun leunca, daun lompong,
daun mangkokan, daun melinjau, daun pakis, daun singkong, daun papaya, jagung muda, jantung pisang, genjer, kacang panjang, kacang
kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka muda, paria, takokak dan
wortel.
e. Golongan Buah-buahan
Buah-buahan merupakan sumber vitamin terutama karoten.
Vitamin B1, Vitamin B6, dan vitamin C.
Tabel 2.3 Golongan
Buah-Buahan
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar (gram)
|
Ukuran Rumah
Tangga (URT)
|
Alpukat
Anggur
Apel
Belimbing
Jeruk
Mangga
Jambu biji
Jambu bol
Duku
Durian
Kedondong
Kemang
Nenas
Nangka masak
Papaya
Pisang ambon
Pisang raja sere
Rambutan
Salak
Sawo
Sirsak
semangka
|
50
75
75
125
100
50
100
75
75
50
100
100
75
50
100
50
50
75
75
50
75
150
|
½ buah besar
10 biji
½ buah sedang
1 buah besar
2 buah sedang
½ buah sedang
1 buah besar
¾ buah sedang
15 buah
3 biji
1 buah besar
1 buah besar
1/6 buah sedang
3 biji
1 potong sedang
1 buah sedang
2 buah kecil
8 buah
1 buah besar
1 buah sedang
½ gelas
1 potong besar
|
f. Golongan Susu
Susu merupakan sumber protein, lemak karbohidrat,
vitamin (terutama vitamin A dan niasin)
serta mineral, zat
kapur, dan zat fosfor).
Tabel 2.4 golongan susu
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar (gram)
|
Ukuran Rumah
tangga (URT)
|
Susu sapi
Susu kabing
Susu kerbau
Susu kental tak manis
Yoghurt
Tepung susu lengkap
Tepung susu skim(*)
Tepung sari kedelai
|
200
150
100
100
200
25
20
25
|
1 gelas
¾ gelas
½ gelas
½ gelas
1 gelas
5 sendok makan
4 sendok makan
4 sendok makan
|
Keterangan : yang ditandai (*) perlu ditambah 1,5 penukar minyak untuk melengkapi 45 kalori dan 5 gram lemak.
g. Golongan Minyak
Bahan makanan ini seluruhnya terdiri dari lemak. Satu satuan penukar
mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak.
Table 2.5 golongan minyak
Jenis bahan
makanan
|
Berat setiap
satuan penukar(gram)
|
Ukuran Rumah
Tangga (URT)
|
Minyak goreng
Minyak ikan
Margarin
Kelapa
Kelapa parut
Santan
Lemak sapi
|
5
5
5
30
30
50
5
|
½ sendok makan
½ sendok makan
½ sendok makan
1 potong kecil
5 sendok makan
½ gelas
1 potong kecil
|
4.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Kebutuhan
gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (AKG). Penentu kebutuhan dilakukan berdasaran umur, pekerjaan, jenis
kelamin, dan kondisi khusus.Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda, hal ini
dipengaruhi oleh:
a. Umur
Kebutuhan
zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi pada usia balita
karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat.
Semakin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah untuk
tiap kilogram berat badannya.
b. Aktivitas
Kebutuhan
zat gizi seseorang ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Makin
berat aktivitas yang dilakukan kebutuhan zat gizi makin tinggi.
c. Jenis
Kelamin
Kebutuhan
zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan, terutama pada usia
dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan peyusun tubuh dan jenis
aktivitasnya. Jaringan lemak perempuan cenderung lebih tinggi dari pada
laki-laki, sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan otot.
d. Kondisi
khusus (hamil, menyusui dan sakit)
Kebutuhan
pada massa hamil dan menyusui meningkat karena meningkatnya metabolisme serta
dibutuhkan untuk persiapan produksi ASI dan tumbuh kembang janin.
e. Daerah
tempat tinggal
Seseorang
yang tinggal didaerah pegunungan yang dingin membutuhkan kecukuapan energi yang
lebih dibandingkan yang tinggal didaerah pesisir yang panas.
B. Status gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supriasa,
2002 : 18).
Menurut Almatsier (2001 : 301) saat
ini Indonesia sedang menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang
dan masalah gizi lebih. Masalah ini mempunyai hubungan erat dengan keadaan
sosial ekonomi yang terjdi ditengah-tengah masyarakat. Status gizi dipengaruhi
oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status
gizi optimal kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi
mugkin.
Masalah gizi merupakan masalah yang
multidimensi , salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan
pencapaiannya adalah status gizi balita.
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi badan
(TB) variabel ini disajikan dalam bentuk
tiga indikator antropometri yaitu: berat badan menurut umur (BB/U) Tinggi badan
menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ( Kementrian
Kesehatan RI, 2011 : 40).
2. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi
Menurut
Livinson dalam supriasi (2002:6) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
adalah:
a. Zat
gizi dalam makanan
Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat
makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Makanan yang kita konsumsi setiap hari dapat dibagi dalam beberapa golongan,
yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan oksigen, dan
makanan berserat (Irianto, 2004 : 20).
Bila orang salah dalam mengkonsumsi makanan dapat
menimbulkan dampak yang tidak baik. Makanan yang dimakan sehari – hari
hendaknya merupakan makanan seimbang, terdiri atas bahan – bahan makanan yang
tersusun secara seimbang baik kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi syarat
hidup sehat (Irianto, 2004: 16)
b. Ada tidaknya program pemberian makanan diluar keluarga
Jika anak sudah mulai
diperkenalkan makanan semacan fast-food yang
saat ini sedang menjamur dimana-mana, tentu saja mereka selalu ingin mendapatkan makanan
seperti itu yang menunya tidak merupakan makanan yang lengkap, karena tidak
selalu dimakan dengan sayuran.
Kegemaran ini tentu akan
dibawa sampai anak meningkat remaja dan dewasa. Akibatnya, banyak anak muda-muda sudah menderita penyakit degeneratif, tinggi
kolesterol, dan sebagainya (Irianto, 2004:71).
c. Daya
beli keluarga
Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat anak dengan sosial
ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik
dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonominya rendah (Hidayat, 2012: 19).
d. Kebiasaan
makan
Pada usia 1-5 tahun ini kebiasaan makan pada
anak tergantung pada orang tuanya, kadang-kadang anak malas makan dirumah
karena kondisi yang tidak disukai, pada usia ini kemampuan makan dengan
menggunakan sendok, piring, dan garpu sudah baik. Pada usia sekolah tata cara
dalam makan seperti makan dengan duduk, mencuci tangan sebelum makan, tidak
mengisi mulut secara penuh dan mengambil makanan secara bersamaan dan lain –
lain kebiasaan tersebut harus dilakukan. Kadang-kadang usia sekolah juga malas
untuk makan akibat stres atau sakit sehingga peru pemantauan, dan anak sekolah
cenderung suka makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. (Hidayat. A. A,
2012 : 96).
e. Pemeliharaan
kesehatan
Sehat merupakan suatu keadaan yang terdapat
selama masa tumbuh kembang manusia. Keadaan tersebut tidak selalu berjalan
lancar, kadang-kadang mengalami gangguan. Kesehatan individu atau diri sendiri
dapat terwujud apabila seseorang menjaga kesehatan tubuh (Irianto, 2004: 84-85).
Status kesehatan anak dapat bepengaruh pada
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat terlihat apabila anak
dengan kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang sangat
mudah, akan tetapi apabila kondisi status kesehatan kurang maka akan terjadi
perlambatan (Hidayat.A.A, 2012: 20).
f. Lingkungan
fisik dan sosial
Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah
dan radiasi. Cuaca dan keadaan geografis berkaitan erat dengan pertanian dan
kandungan unsure mineral dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau yang
panjang menyebabkan kegagalan panen. Kegagalan panen ini menyebabkan persediaan
pangan di tingkat rumah tangga menurun yang berakibat pada asupan gizi keluarga
rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan gizi kurang dan pertumbuhan anak akan
terhambat (supariasa, 2002: 31).
Status gizi anak pada dasarnya ditentukan
oleh dua hal yaitu makanan yang di makan dan keadaan kesehatan. kualitas dan
kuantitas makanan seorang anak tergantung pada kandungan zat gizi makanan
tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli
keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan. Keadaan kesehatan
anak juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan keehatan,
daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap
pelayanan kesehatan.
3. Penilaian Status Gizi
Menurut
Supriasa (2002 : 18) penilaian status gizi ada 2 cara yaitu secara langsung dan
tidak langsung.
a. Penilaian
Secara Langsung
Penilaian
status gizi secara langsung dapat bagi menjadi empat penilaian yaitu:
1) Antropometri : digunakan untuk melihat ketidak seimbang
asupan protein dan energi. Ketidak
seimbang ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Indeks Antropometri
a) Berat
Badan Menurun Umur (BB/U)
Berat
badan adalah suatu parameter yang
menberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-parubahan
yang mendadakan, misalnyan terserang penyakit infeksi, menurunya nafsu makan
atau menurunya jumlah makana yang
dikonsumsi (Supriasa. 2002 : 56).
b) Tinggi
badan menurut umur (TB/U)
Tinggi
badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan perutumbuhan
skeletal.pada keadaan normal, tinggi badan seiring dengan pertanbahan umur
pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,relatif kurang sensitif terhadap
masalah kurang gizi dalam waktu yang pendek (Supriasa, 2002 : 57).
c) Berat
Badan Menurun Tinggi Badan (BB/TB)
Indeks
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status Gizi saat ini. Indeks
TB/BB merupakan Indeks yang independen
terhadap umur (Supriasa, 2002:58).
2) Klinis
: digunakan untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih Zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom).
3) Biokimia : digunakan untuk suatu peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak
gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia dapat lebih banyak
menolong untuk kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisik
: digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tas
adaptasi gelap.
Menurut World Health Organization untuk mengukur
status gizi balita dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi berdasarkan
umur sebagai indikator status gizi anak. Ada 4 macam cara pengukuran yang
sering digunakan di bidang masyarakat serta klasifikasinya berdasarkan
klasifikasi standar dengan berbagai modifikasi yaitu,
1. Berat
badan per umur (BB/U), meliputi :
a) Gizi
lebih (over weight)
b) Gizi
baik (well nourished)
c) Gizi
kurang (under weight) yang mencakup
kekurangan kalori dan protein ( KKP) I
dan II.
Klasfikasi standar Harvard tersebut yang sudah di
modifikasikan sebagai berikut :
a) Gizi
baik adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur nya lebih dari 89%
standar harvard
b) Gizi
kurang adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur berada diantara 60,1%
-80% standar harvard
c) Gizi
buruk adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya 60% atau kurang dari
standar harvard
2. Tinggi
badan menurut umur (TB/U)
Pengukuran
status gizi bayi dan anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur, juga
menggunakan modifikasi standar harvard, dengan klasfikasi sebagai berikut :
a) Gizi
baik, yakni apabila panjang tinggi badan bayi/anak menurut umurnya lebih dari
80% standar harvard.
b) Gizi kurang apabila,panjang/tinggi badan bayi/anak
menurut umur nya berada antara
70,1%-80% standar harvard.
c) Gizi
buruk, apabila panjang/tinggi badan bayi anak menurut umurnya 70% atau kurang dari standar harvard.
3. Berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Pengukuran
berat badan menurut tinggi badan ini diperoleh dengan mengkombinasikan berat
badan dan tinggi badan per umur menrut standar harvard. Klasfikasinya adalah
sebagai berikut:
a) Gizi
baik, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinggi nya 09% dari standar
Harvad.
b) Gizi kurang, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinggi
nya berada di antara 70,1% -90% dari standar harvard.
c) Gizi
buruk, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinginya 70% atau kurang
dari standar harvard.
4. Lingkaran
lengan atas (LILA) menurut umur.
Klasfikasi
pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan lingkar lengan atas (LILA), yang
sering di gunakan adalah mengacu pada standar Wolanski, klasfikasinya adalah :
a) Gizi
baik, apabila LILA bayi/anak menurut umur nya lebih dari 85% standar Wolanski.
b) Gizi
kurang, apabila LILA bayi/anak menurut umur nya berada diantara 70,1% -85%
standar Wolanski.
c) Gizi
buruk., apabila LILA bayi/anak menurut umur nya 70% atau kurang dari standar Wolanski.
Tabel
2.6
Baku
Antropometri Menurut Standar WHO-NCHS
Indikator
|
Status Gizi
|
Keterangan
|
Berat badan Menurut Umur (BB/U)
|
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
|
>_ 2 SD
-2 SD Sampai+ 2 SD
<-2 SD sampai -3 SD
<- 3 SD
|
Tinggi Badan Menurut Umur(TB/U)
|
Normal
Pendek
|
-2 SD sampai+ 2 SD
<-2 SD
|
Berat Badan Menurut Tinggi Badan
(BB/TB)
|
Gemuk
Normal
Kurus
Kurus Sekali
|
>_
SD
-2 SD sampai+SD
<-2 SD sampai – 3 SD
<- 3 SD
|
Sumber: (Depkes RI, 2002:12).
b. Penilaian
Status Gizi Secara tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung
dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Survei
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentan konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survey ini dapat mengindentifikasikan
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik
vital penggunanya dipertimbangkan sebagian bagian dari indikator langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
3) Faktor
ekologi, untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagian dasar
untuk melakukan program intervensi gizi secara ringkas (Supriasa,2002:20-21).
4. Masalah Gizi Indonesia
Diantara sekian banyak masalah gizi yang ada,
ada empat masalah gizi utama di indonesia yaitu:
a. Kurang
Kalori Protein (KKP)
Kurang Kalori protein merupakan masalah utama di indonesia, meningkatkan angka prevalansi KKP terutama pada
anak balita masih cukup tinggi. Masih ada
sekitar 10,8% anak balita yang menderita gizi kurang dan Gizi
buruk. KKP merupakan
akibat dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling utama adalah KKP merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang
paling utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai baik kuantitas
maupun kualitas.
Kurang
energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protien dalam makanan sehari-hari atau gangguan
penyakit tertentu. Anak disebut KEP
apabila berat badan nyakurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U).
KEP merupakan defisiensi gizi (energi
dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita pada umumnya
penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah
(Supriasa,2002:18).
Tanda-tanda
klinis kekurangan energi protein. Pada
pemeriksaan klinis, penderita KEP akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai
berikut :
1) Marasmus
Suatu
keadaan kekurangan protein dan kilo kalori yang kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badan sangat
rendah. Gejala marasmus :
a) Anak
tampa sangat kurus , tinggal tulang terbungkus kulit
b) Wajah
seperti orang tua
c) Cengeng,
rewel
d) kulit
keriput, jaringan subkutiis sangat
sedikit
e) sering
di sertai diare kronik atau konstipasi,serta penyakit kronik
f) Tekanan
darah, detak jantung, dan pernafasan
berkurang
2) Kwashiokor
Istilah
pertama kali dari Afrika. Artinya sindrom perkembangan anak dimana anak
tersebut disapih mendapatkan ASI sesudah satu tahun karena menanti kelahiran
bayi berikutnya. Gejala
Kwashiokor:
1) Oedem
umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki
2) Wajah
membulat dan sembab
3) Otot-otot
mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk
4) Cengeng,
rewel, kadang apatis
5) Anoreksia
6) Pembesaran
hati
7) Sering
disertai infeksi, anemia dan diare
8) Rambut
berwarna kusam dan mudah dicabut
9) Gangguan
kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas
10) Pandangan
mata tampak sayu
3) Marasmus-Kwashiokor
Tanda-tanda
marasmus-kwashiokor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada marasmus dan
kwashiokor yang ada (Supriasa.I.D.N, 2002 : 131).
b. Kekurangan
Vitamin A (Hipovitaminosis A)
Vitamin A berfungsi dalam pemeliharaan sel-sel
ephitel, pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi kekurangan vitamin A dapat menyebabkan
kebutaan pada anak balita sekitar 0,7%. Kekurangan Vitamin A juga erat
hubungannya dengan beberapa penyakit, antara lain malnutrisi, diare, campak dan
infeksi saluran pernafasan.
c. Anemia
Gizi
Anemia adalah dimana keadaan kadar zat merah darah atau haemaglobin (HB) Lebih rendah dari nilai normal. Sesuai
dengan Temu kerja Anemia Nasional yaitu:
1) Anak
presekolah : 11
gram %
2) Anak
sekolah : 12 gram %
3) Wanita
Dewasa : 12 gram%
4) Wanita
Hamil : 11 gram %
5) Ibu
Menyusui : 12 gram
6) Laki-laki
Dewasa : 13 gram
Yang dinamai anemia gizi ialah keadaan dimana
kadar HB dalam darah lebih rendah dan
normal, akibat kekurangan satu macam atau lebih zat-zat yang diperlukan
untuk pembentukan darah, ( Misalnya zat besi, asam folat, B12). Untuk
memastikan dignosis anemia perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk kadar
Hb dan Ht.
d. GAKY
(Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
Penanggulangan
Akibat Kekurangan iodium telah dilaksanakan berupa penyuntikan minyak
beriodium, dan iodisasi garam, namun masih 23,2% penduduk menderita gondok
akibat kekurangan yodium. Faktor lingkungan dan keturunan dan juga dapat
membantu timbulinya gondok endemik. Tetapi sebelum kekurangan iodium sebagai
penyebab utamanya. Pembesaran Kalenjar gondok adalah perubahan fisik pertama
yang tampak pada kekurangan iodium. Kekurangan yang lebih parah akan
mengakibatkan terjadinya pada anak (Mary, 2011 : 205-214).
e. Malnutrisi
Keadaan
patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara realatif maupun absolute satu
atau lebih zat gizi. Ada
empat bentuk malnutrisi:
1) Under nutrition:
kekurangan konsumsi pangan secara relative atau absolute dalam keadaan
tertentu.
2) Specific deficiency:
kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan Vitamin A, Yodium, Fe, dan
Lain-lain.
3) Over nutrition
: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.
4) Imbalance:
karena diproporsi Zat gizi, misalnya: kolestrol terjadi karena tidak
seimbangnya LDL, HDL, VDLD (Supriasa,
2002 : 18 )
5. Upaya Perbaikan Gizi di
Indonesia
Penanggulangan
masalah gizi perlu dilakukan secara terpadu antara department kelompok profesi,
melalui upaya-upaya peningkatan keadaan pangan, penganekaragam produksi dan
konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
masyarakat serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan.
Semuai ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat
yang beraneka ragam dan seimbang dalam mutu gizi. Upaya ini antara lain upaya
peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga, peningkatan kesehatan Lingkungan
(Almatsier,2001:306).
C. Pola Makan
1. Pengertian
Menurut Karjati (1985 : 73) Pola
makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan
jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan
ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Menurut
Hardajani (1996 : 23), Pola makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercyaan dan
pilihan makanan.
Menurut
Suhardjo (1989 : 251), Pola makan adalah sebagai cara seseorang atau sekelompok
orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Menurut
Buletin Gizi (1988 : 82), Pola makan adalah sebagai karakteristik dari kegiatan
yang berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan,
sehingga kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya terpenuhi
(Sulistyoningsih,2003).
2. Faktor yang mempengaruhi
pola makan
Menurut Sulistyoningsih (2003), Pola
makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah:
a. Faktor
Ekonomi
Variabel
ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan
keluarga dan harga. Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat,
pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan
perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru di kalangan
ekonomi menengah keatas. Tingginya pendapatan yang diimbangi pengetahuan gizi
yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola
makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarka
kepada pertimbangan selera makan dibandingkan aspek gizi.
Status ekonomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Hal ini dapat terlihat anak dengan social ekonomi tinggi, tentunya
pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak dengan
eknomi redah. Demikian juga dengan
status pendidikan keluarga. Tingkat pendidikan rendah akan
sulit menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau
tidak menyakini pentingnya pemenuhan–pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya
pelayanan kesehatan lain (Hidayat, 2009 : 19).
Secara umum tingkat ekonomi merupakan pendapat
(penghasilan) rata-rata setiap bulan. Menurut sumber dari Biro Pusat Statistic
Provinsi jambi (2009). Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Provinsi
Jambi tingkat ekonomi dapat dibedakan atas dasar pengeluaran per bulan yang
dinyatakan dalam bentuk rupiah.
Berdasarkan keputusan Gubenur (2011) bahwa
upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2011 menunjukan peningkatan dari tahun
sebelumnya, sehingga tingat pendapatan dibedakan sebagai berikut:
1) Tingkat
ekonomi rendah dengan pendapatan < Rp. 1.028.000,- perbulan
2) Tingkat
ekonomi sedang dengan pendapatan rata-rata Rp. 1.028.000,- perbulan
3) Tingkat
ekonomi tinggi dengan pendapatan >1.028.000- perbulan (Badan Pusat Statistic
Provinsi jambi Tahun 2011).
b. Faktor
sosio budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan
tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang
didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasehat yang
dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan atau
adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk
mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.
c. Agama
Pantangan
yang didasari agama, khususnya islam disebut haram dan individu yang melanggar
hukumnya berdosa. Adanya pantangan terhadap pantangan/minuman tersebut
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan
haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
d. Pendidikan
Pendidikan
dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap
pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh,
prinsip yang dimiliki seseorang pendidikan rendah biasanya adalah yang penting
mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain.
e. Lingkungan
Faktor
lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan.
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta
adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam
keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan
seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam
keluarga.
3. Pola Gizi Seimbang
Pola
makan yang seimbang dan pemilihan bahan makanan yang tepat merupakan hal yang
harus dilakukan. Jumlah dan kualitas makanan yang kita konsumsi adalah hal yang
penting, tetapi yang penting juga memperhatikan cara mengkonsumsinya. Selain
untuk memenuhi kebutuhan gizi juga untuk menghindari interaksi yang tejadi
antara zat gizi masuk ke dalam tubuh. Interaksi antar zat gizi ataupun dengan
zat nongizi memang bisa berdampak positif, tapi bisa juga negatif. Interaksi
zat gizi atau non gizi dapat terjadi pada tiga tempat yaitu:Interaksi dalam
produk pangan, Interaksi dalam saluran pencernaan, Interaksi dalam metabolisme.
4. Hubungan Pola Makan Dengan
Status Gizi
Pola
makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan
makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang
melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit
lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang
dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap
penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi
salah.
Keadaan
gizi salah akibat kurang makan dan berat badan yang kurang merupakan hal yang
banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin. Sebaliknya keadaan gizi
salah akibat konsumsi gizi berlebih, merupakan fenomena baru yang semakin lama
semakin meluas. Keadaan ini terutama dialami oleh masyarakat lapisan menengah
ke atas, yakni munculnya obesitas pada anak dan remaja perkotaan dengan
kategori ekonomi atas.
D. Balita
1. pengertian Balita
Balita
dikenal juga dengan anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 1 sampai 5
tahun (Sulistyoningsih, 2011 : 184).
Anak balita adalah anak yang berumur dibawah
lima tahun. Tidak termasuk bayi karena bayi mempunyai peraturan makanan khusus.
Jelasnya, anak balita adalah kelompok usia 1-5 tahun. Dan kelompok ini
dipisahkan antara kelompok 1-3 tahun dan kelompok usia 3-5 tahun (Irianto dan
Waluyo, 2004 : 71).
Menurut Budianto (2009 : 274) Pada anak balita sering
kali dijumpai KKP dimana pada usia ini
tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apa bila kebutuhan zat gizi
itu tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada. Sehingga lama–kelamaan cadangan itu
akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan, dan proses selanjutnya
dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan yang akan menimbulkan kelainan
anatomis.
Jika
dilihat dari segi umur anak TK yaitu 3-5 tahun. maka anak ini dikelompokan
dalam anak balita (Bawah lima tahun). Anak balita mengalami pertumbuhan badan
yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat
badanya. Anak balita itu justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
akibat kekurangan gizi (Santoso, 2004 :
71).
Nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak,
serta mencegah terjadinya berbagi penyakit akibat Kekuranga nutrisi dalam tubuh
seperti kekurangan energi dan protein, anemia,
defisiensi yodium. Defisiensi seng (Zn) defisiensi vitamin A, defisiensi
thiamin, defisiensi kalium dan lain-lain yang dapat menghambat proses tumbuh
kembang anak (Hidayat, 2009 : 87).
Anak balita juga merupakan kelompok yang
menujukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang
tinggi setiap kg badan badanya (Sediaoetama, 2004 : 239).
2. Pertumbuhan Balita
a. Pengertian
Menurut Ranti (2004 : 51-51) prose tumbuh kembang
terdiri dari dua proses yang tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi,
meliputi sebagai berikut:
1) pertumbuhan
ialah ditandai dengan semakin besaranya ukuran tubuh (tinggi, berat badan
lingkaran lengan atas dan yang lainnya).
2) perkembangan
ialah ditandai denga semkin bertambahnya kemampuan anak (koordinasi
gerakan, bicara, kecerdasaan, perasaan, interaksi dengan orang lain, dan
sebagainya).
b. Tanda-tanda
tumbuh kembang
Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan proses yang terjadi pada setiap mahluk manusia. Terutama pada masa
balita dan Anak-anak mengalami prose tumbuh kembang ini secara cepat.
Pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berlangsung menurut prinsip-prinsip
yang umum, namun demikian setiap anak
memiliki ciri khas yang tersendiri. Pertumbuhan yang terjadi pada
seseorang tidak hanya meliputi yang terlihat pada pertumbuhan fisik, tetapi
juga perubahan dan perkembangan dalam segi lain seperti: berfikir, berperasaan bertingkah laku dan lainnya ( Santoso,
2004 : 44).
3. Gizi Pada Anak Usia 1-5 Tahun ( Balita )
Makanan
anak usia 1-5 tahun banyak tergantung pada orang tua atau pengasuhnya, karena
anak-anak ini belum dapat menyebutkan nama masakan yang dia inginkan. Orang
tuanyalah yang memilihkan untuk anak. Jadi, dapat dikatakan bahwa tumbuh
kembang anak 1-5 tahun sangat tergantung pada bagaimana orang tuanya mengatur
makanan anaknya (Irianto dan Waluyo, 2004 : 71)
Permasalahan
gizi pada Balita dan anak merupakan maslah ganda, yaitu masih ditemukannya
masalah kelebihan zat gizi , seperti
energi, lemak dan garam (Sulistyyoningsih, 2011 : 188).
Gizi
yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setap hari berperan besar
untuk pemenuhan kebutuhan balita. Untuk
dapat memenuhi dengan baik dan cukuip, tenyata ada beberapa masalah yang
terkait dengan konsumsi zat gizi untuk anak. Seorang anak juga dapat mengalami
defisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai asfek fisik mupun
mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat antara lain melalui
pengaturan makan yang benar (Ranti, 2004 : 40-41).
Pemberian
beragam makanan terutama sayuran yang biasanyna kurang disukai anak untuk
memakan makanan yang bervariasi. Gizi seimbang perlu ditetapkan dalam
makanan keluarga. Setiap anak tumbuh dengan kecepatan berbeda. Bagi yang
pertumbuhannya pelan akan makan sedikit. Tetapi ada juga anak yang tumbuh cepat
dan kemudian menjadi lambat dan iya tumbuh cepat. Susunan makanan bergizi untuk
tumbuh kembang anak denga baik adalah susunan hidangan seimbang yang terdiri
atas beberapa golongan bahan makanan, yaitu bahan makanan sumber pembangunan.
Bahan makanan sumber protein (zat pengatur tubuh), dan bahan makanan sumber
tenaga, pembagianya adalah sebagai berikut:
a. Golongan
makan sumber zat pengatur contohnya berupa
daging, susu, telur, ikan, keju,hati, ayam, tahu kedelai dan tempe.
b. Golongan
makana sumber zat pengatur contohnya terdiri dari sayuran hijau, bayam, katuk,
kangkung, kacang panjang, sawi, dan sebaginya. Sayuran berwarna kuning atau jingga seperti wortel, tomat,
dan labu.
c. Golongan
makanan sumber tenaga contohnya berupa
beras, kentang, ubi roti, macaroni, singkong, talas,
terigu, dan biscuit.
d. Buah-buahan contohnya berupa
pepaya, nanas, mangga, pisang, jeruk, dan lain-lain (Widjaja, 2007 :
43-44).
Untuk menjamin pertumbuhan,
perkembangan, dan kesehatan balita, maka perlu asupan gizi yang cukup.
Menurut anjuran makanan yang dianjurkan olah Department kesehatan RI untuk
anak-anak usia 1-3 tahun membutuhkan 1,5 mangkok nasi (@200 gram)
atau padanannya, 0,5 ikan (50 gram) atau padanannya 2 tempe (25 gram) atau
padanannya semangkuk sayur (100 gram), seiris buah pepaya (100 ml) atau
padanannya dengan segelas susu (200 ml). Bagi anak usia 4-6 tahun membutuhkan 2
mangkuk nasi (@200 gram) atau padanannya, satu ikan (50 gram) atau padanannya 3
tempe (25 gram) atau padanannya 1,5 mangkuk sayur (100 gram), 2 iris buah
pepaya (100 gram) atau padanannya, dan segelas susu (200 ml). Asupan gizi
tersebut akan menjamin tercukupinya kebutuhan kalori untuk balita antara
1360-1830 kalori/ anak / hari (Budianto 2009 : 120).
4.
Masalah
Kesehatan Gizi pada Balita
Menurut ( Sulistyoningsih, 2011 : 189-195). Beberapa
masalah gizi yang sering ditemukan pada Balita
yaitu:
a. Defisiensi
zat gizi
Defisiensi
zat gizi dapat menyebabkan anemia karena difisiensi zat gizi besi yang ditandai
dengan kadar hemoglobin dalam darah dibawah normal. Data menurut Depkes RI
tahun 2001 menunjukan bahwa prevalensi anemia gizi pada balita adalah 47.%
b. Gizi
kurang
pengukuran
tinggi badan anak survey nasional diperoleh gambaran prevalensi pendek
(<-2 SD Baku NHCS) dan sengat pendek (<-Baku NHCS) pada anak 60-180
Bulan
c. Gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY)
Masalah gaky di identifikasikan berdasarkan angka total Goiter
Rate (TG). Suvey
nasional menunjukan adanya penuruna TGR pada balita dari 30% pada tahun
1980 menjadi 9.8% pada tahun 1998, dan meningkat
pada tahun 1998, dan meningkat pada tahun 2003 menjadi 11,1% .
d. Kurang
vitamin A
Indonesia dinyatakan bebas masalah
xerophtimia. namun tetap perlu waspada karena 50% balita masih menunjukan
kadar vitamin dalam seruim <20 g/di sekitar 10 juta anak dibawah usia
lima tahun (balita) beresiko kurang vitamin A (KVA subklinis).
e. Kegemukan
Prevalensi
kegemukan pada balita di indonesia menurut Depkes sudah mencapai sekitar 10% (Depkes, 2005).
sedangkan di US, sekitar 15% anak usia 6-11 tahun
mengalami kelebihan berat badan,
dengan indeks massa tubuh 95%
ditambah dengan 30% anak diperkirakan resiko kegemukan,
dengan IMT lebih besar atau sama.
f. Karies
gigi
Anak
usia 1-5 tahun mengalami kerusakan pada gigi susu maupun gigi tetap, makanan
yang berisi karbohidrat seperti kismis dan permen karet merupakan penyebab
karies yang kuat. Resiko terjadi karies gigi dapat diperkecil
dengan memilih makanan ringan yang merupakan kombinasi antara karbohidrat,
protein, dan lemak.
g. Balita
dan anak sulit makan
sulit
makan merupakan ciri khas pada balita, karena pertumbuhan mereka lebih lambat
dibandingkan pada saat mereka bayi. Anak balit tidak dipaksa makan dengan
mengikuti pola makan orang dewasa karena nafsu makannya bergantung pada
aktivitas dan kondisi kesehatan mereka.
5. Gizi Balita Dalam Keluarga
Persoalan
gizi dalam keluarga tidak hanya mengenai persoalan makanan dan pengetahuan
serta keterampilan yang berhubungan dengan itu, tetapi sering merupakan jalinan
dengan persoalan-persoalan lain diluarnya. Maka penyelesaian sering harus
dilakukan dalam rangka holistik menyangkut segala aspek pelaksanaan
kehidupan keluarga tersebut. Penanganan perbaikan gizi keluarga dapat dilakukan
berdasarkan rangka holistik mekanisme seluruh kehidupan keluarga.
Dalam
upaya mengusahakan perbaikan, kita dapat mulai meninjau aspek pelaksanaan tata
kehidupan keluarga tersebut. Apakah keluarga terdiri dari atas
komponen-komponen yang mendukung kesehatan gizi anak balita. Atau banyak
kebutuhan lain yang menghambat faktor-faktor pendukung kesehatan gizi balita
tersebut.
Perlu
mengadakan peninjauan tentang kebutuhan keluarga tersebut dan menjadwalkan
kembali kebutuhan-kebutuhan yang tidak urgen dan mendahulukan kebutuhan yang
bersangkutan dengan kesehatan gizi (Sediaoetama, 2004 : 274-275).
Perbaikan
gizi balita dicoba dijangkau melalui taman balita, program PMT (pemberian makanan
tambahan) dan UPGK (usah perbaikan gizi keluarga). Ditaman balita diadakan
upaya rehabilitasi para penderita KKP dan melatih para ibu dan mereka yang
bertanggung jawab atas pengurusan balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus
dan memasak serta menyeiakan makanan
bergizi bagi anak-anak balita (Sediaoetama, 2004 : 240).
E.
Kerangka Teori
Menurut Supriasa (2002 : 6) proses
alamiah terjadinya penyakit dimulai dari masa pra patogenesis (sebelum sakit), yaitu
ketidakseimbangan kondisi antara pejamu, agens dan lingkungan,sehingga
menimbulkan rangsangan penyakit (stimulus).
Menurut Levinson (Supriasa, 2002 : 6)
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi meliputi zat gizi dalam makanan,
ada tidaknya program pemberian makanan diluar keluarga, daya beli keluarga,
kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan, lingkungan fisik dan sosial.
Berdasarkan teori tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi oleh Levinson (Supriasa 2002 : 6). Penulis
mencoba membuat kerangka teori berbentuk bagan sebagai berikut :
Bagan 2.5
Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi
§ Zat
gizi dalam makanan
§ Pengetahuan
ibu tentang gizi
§ *
Pola Makan
§ Daya
beli keluarga
§ Pemeliharaan
kesehatan
§ Lingkungan
fisik dan sosial
|
1
Status Gizi
|
Sumber : Levinson dalam Supariasa (2002)
* Variabel
yang Diteliti
F.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam
penelitian ini menjelaskan teori tentang faktor yang mempengaruhi status gizi
menurut Levinson, dalam Supariasa (2002). Konsep tersebut menunjukkan bahwa ada
dua faktor yang dapat mempengaruhi status gizi, tetapi peneliti tidak mengambil
seluruh variabel untuk dilakukan penelitian. Peneliti hanya mengambil kebiasaan
makanan yang termasuk dalam bagaimana cara pemenuhan asupan
nutrisi dan pola makan pada anak.
Pada penelitian ini,
yang berkaitan dengan status gizi anak yang diteliti adalah pola makana yang merupakan komponen yang mendukung dalam
kesehatan dan pemenuhan serta peninjauan dalam gizi pada anak.
Berdasarkan hal tersebut
diatas maka kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan
sebagian dalam bagan 2.2 berikut :
Bagan
2.2
Kerangka
Konsep Penelitian
Variabel
Independen
Variabel Dependen
Status Gizi
|
Pola Makan
|
G.
Hipotesiss
Ada hubungan antara pola makan terhadap
status gizi pada balita di poli MTBs Puskesmas Payo Selincah Kota Jambi Tahun
2013.
Bab 3, 4 dan 5 menyusul di Artikel Berikutnya
Bab 3, 4 dan 5 menyusul di Artikel Berikutnya
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete