TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN
Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih
hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara
menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu
bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki,
sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir
Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari
Jabir bin Abdillah radhiallahu
‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih
unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya.
(HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih
hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara
menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang
banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu
Diperhatikan:
1.
Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa
diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban
disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
2.
Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini
berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ
أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat
ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika
kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam
pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3.
Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini
akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu
Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ
الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa
memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia
menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda
(artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau
ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
4.
Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
5.
Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu
Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke
sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena
penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya
dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul
Mumthi’, 7:442).
6.
Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits
dari Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berqurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki
beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …”. (HR. Bukhari dan Muslim).
7.
Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ
لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan
yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
8.
Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
9.
Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan
diqurbankannya hewan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anniatau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukanshohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anniatau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukanshohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama
sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun
ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat
untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari
Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian
tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat
itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul
Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a. Terputusnya
tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik.
Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b. Terputusnya
tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar,
halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang
pertama.
c. Terputusnya
tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya
sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat
dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut
nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama
menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat
meregang nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi
dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab
Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13. Tidak boleh mematahkan
leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus
kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalamMukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki,
ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau
mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus
kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah,
no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus
kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
A. BINATANG HALAL
Binatang yang halal ialah binatang yang boleh dimakan dagingnya menurut
syariat Islam.
Binatang yang halal adalah
sbb :
1. Binatang halal berdasarkan dalil umum dari Al Qur’an dan
Hadis.
Dalil
umum yang dimaksud di sini adalah dasar yang diambil dari Al Quran dan Hadis
yang menunjukkan helallnya binatang secara umum.
Yang termasuk jenis binatang halal
berdasarkan dalil umum adalah
a. Binatang ternak darat.
Jenis-jenis
binatang ternak darat seperti: kambing, domba,sapi, kerbau dan
unta.
firman Allah:
Artinya: … dihalalkan
bagimu binatang ternak … (QS. Al-Maidah [4[:1)
Kambing
|
Domba
|
Sapi
|
Kerbau
|
Unta
|
b. Binatang laut (air)
Semua
binatang yang hidupnya di dalam air baik berupa ikan atau lainnya, kecuali yang
menyerupai binatang haram seperti anjing laut, menurut syariat Islam hukumnya
halal dimakan.
Artinya :”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut
dan makanan yang berasal dari laut yang lezat bagimu dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan …”.(QS. Al-Maidah : 96)
Maksudnya: binatang buruan laut
yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya.
Termasuk juga dalam pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan
sebagainya.
2. Binatang halal berdasarkan dalil khusus.
Yang
dimaksud dengan dalil khusus adalah dalil yang langsung menyebut jenis binatang
tertentu. Yang termasuk jenis binatang halal yang langsung disebut melalui
dalil tertentu sbb :
a. Kuda
Kuda
merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam
hadis Rasulullah berikut ini :
نَحَزْنَا عَلَى عَهْدِرَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَسًا
فَأَكَلْنَاهُ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Pada zaman Rasulullah
kami pernah menyembelih kuda dan kami memakannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Keledai Liar/Himar
Keledai
yang masih liar termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus
dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :
فِي قِصَّةِ الْحِمَارِ الوَحْشِ فَأَكَلَ مِنْهُ النَّبِِيُّ صَلَّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Tentang kisah keledai
liar, maka Nabi SAW makan sebagian dari daging keledai itu”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
c. Ayam
Ayam
juga termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam
hadis Rasulullah berikut ini :
رَاَيْتُ النَّبِِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ دُجَاجاً
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Pernah aku melihat Nabi
SAW makan daging ayam” (HR. Bukhari dan Tirmizi)
Belalalng
merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam
hadis Rasulullah berikut ini :
غَزَوْنَا مَعَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ
غَزَوَاتٍ فَاَكَلَ الْجَرَدَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Kami berperang bersama
Rasulullah SAW tujuh kali perang, kami memakan belalang” (HR. Bukhari dan
Muslim)
e. Kelinci
Artinya : Diriwayatkan dari Anas
bin Malik r.a katanya: Ketika kami berjalan melalui Daerah az-Zahran tiba-tiba
kami dikejutkan oleh seekor kelinci lalu kami mengejarnya sehinggga penat. Ia
berkata lagi: Aku telah mengejarnya sehingga dapat menangkapnya. Aku pun membawanya
kepada Abu Talhah lalu beliau menyembelihnya. Beliau mengirimkan kaki dan kedua
pahanya kepada Rasulullah s.a.w lalu aku pun membawanya kepada Rasulullah s.a.w
dan baginda
menerimanya
(HR Bukhari dan Muslim)
3. Binatang halal berdasarkan Pendapat/Fatwa ulama’.
a. Musang
b. Tupai / Bajing
Hukum
memakan Tupai adalah kembali ke hukum asal segala sesuatu yakni halal, selama
tidak membahayakan kesehatan. Sebab, memang tak ada dalil baik dari Al Quran
dan As Sunnah tentang pengharamannya, atau makruhnya. Tertulis dalam
kitab Hasyiah Al Jumal, kitab fiqih bermadzhab Syafi’i:
وَيَحِلُّ أَيْضًا السِّنْجَابُ وَهُوَ حَيَوَانٌ عَلَى حَدِّ
الْيَرْبُوعِ يُتَّخَذُ مِنْ جِلْدِهِ الْفِرَاءُ
artinya: Dan dihalalkan pula
Tupai, dia adalah hewan sejenis kangguru yang diambil kulitnya untuk pakaian
berbulu..”
Hukum
landak, mayoritas ulama memandangnya sebagai hewan yang halal untuk dimakan,
sedangkan sebagian lagi memakruhkan namun ada pula yang mengharamkannya.
Yang menghalalkan landak adalah
Imam Asy Syafi’i dan para pengikut mazhabnya, Imam Laits bin Sa’ad, dan Imam
Abu Tsaur. Demikian pula sebagian mazhab Hanbali seperti Imam Asy Syaukani, dan
Imam Ash Shan’ani. Sedangkan dari kalangan Maliki ada beberapa riwayat
pendapat, tetapi yang kuat mazhab ini membolehkan memakan landak.
B. BINATANG HARAM
Binatang yang diharamkan ialah
binatang yang tidak boleh dimakan berdasarkan hukum syariat Islam.
Macam-macam binatang haram adalah
sebagai berikut:
1. Binatang yang diharamkan dalam penjelasan
Al-Qur’an.
a. Binatang
yang disebutkan pada al-Qur’an surah al-Maidah ayat 3:
artinya: Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dari ayat diatas, dapat diketahui
beberapa jenis makanan yang haram, yaitu:
a. Bangkai
Bangkai yaitu hewan yang mati bukan
dengan cara syar’i, baik karena mati sendiri atau karena anak Adam yang tanpa
melalui cara syar’i.
Jenis-jenis bangkai berdasarkan
ayat-ayat di atas:
1)
Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
2)
Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras.
3)
Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4)
An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
5)
Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6)
Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum.
7)
Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8)
Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca
basmalah.
9)
Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini
berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’:
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ
وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa-apa yang
terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan itu) masih hidup, maka potongan
itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzy)
Dikecualikan darinya 3 bangkai,
ketiga bangkai ini halal dimakan:
a. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan
bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
b. Belalang. Berdasarkan ucapan Ibnu ‘Umar yang memiliki hukum
marfu’:
أُحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالسَّمَكُ وَالْجَرَادُ, وَأَمَّا
الدَّمَانِ: فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
artinya: “Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai
itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan
limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
c. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali
An-Nasa`i, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ
أُمِّهِ
“Penyembelihan
untuk janin adalah penyembelihan induknya”.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
b. Darah, yakni darah yang mengalir dan terpancar. Dikecualikan darinya hati
dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru berlalu.
Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat setelah
penyembelihan.
c. Daging babi, yaitu mencakup seluruh bagian-bagian
tubuhnya termasuk lemaknya.
d. Himar kampung/jinak dan Gighal (okulasi kuda dan himar/ keledai)
Allah telah mengharamkan himar
jinak sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:
Artinya: Dan (Dia Telah
menciptakan) kuda, baghal [820] dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.(an-Nahl
[16]:8)
[820] Baghal yaitu peranakan
kuda dengan keledai.
2. Binatang yang Diharamkan Menurut Penjelasan al-Hadits
a. Khimar atau keledai jinak (Keledai Piaraan)
Rasulullah saw bersabda:
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak”. (HR. Muslim)
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak”. (HR. Muslim)
Keledai/Khimar
|
Kuda
|
3. Binatang yang diharamkan melalui dalil umum, yaitu : dalil yang
hanya menyebut sifat-sifat binatang.
Binatang yang diharamkan
berdasarkan dalil umum dengan menyebut sifat-sifat binatang yaitu:
₋
Binatang buas yang bertaring
₋
Binatang yang memiliki cakar (cengkeraman)
₋
Binatang yang makan kotoran.
₋
Binatang yang dilarang membunuhnya
₋
Binatang yang disuruh membunuhnya
a. Binatang buas dan bertaring
Binatang
buas yang bertaring adalah yang taringnya digunakan untuk memangsa atau
menerkam mangsanya. seperti singa, serigala, macann tutul, macan kumbang,
anjing, kucing, beruang, buaya, monyet.
Nabi bersabda :
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ (رواه البخاري ومسلم)
artinya : “Setiap binatang buas yang
bertaring, haram dimakan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam
Fathul Bari mengatakan,
وَمِنْ الْمُسْتَثْنَى أَيْضًا التِّمْسَاح لِكَوْنِهِ يَعْدُو بِنَابِهِ
“Termasuk hewan yang dikecualikan
dari kehalalan untuk dimakan adalah buaya karena ia memiliki taring untuk
menyerang mangsanya.”
Haraimau
–
Singa – Macan Tutul Serigala –
Anjing –
Beruang
Buaya
– Monyet
– Kucing
b. Semua burung yang memiliki
cakar/ berkuku tajam.
Semua
burung yang memiliki cakar yang kuat yang dia memangsa dengannya, seperti:
Elang, Rajawali, Kakatua, Nasar, burung hantu.
Nabi bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي
نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ ( رواه مسلم )
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung
yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim)
نَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِِّ ذِيْ
مِحْلَبِ مِنَ الطَّيْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Rasulullah telah
melarang (memakan) setiap burung yang berkuku tajam” (HR. Muslim).
Rajawali
|
Kakatua
|
Burung Hantu
|
Nasar/Hering
|
Elang Jawa
|
c. Hewan yang dilarang untuk
dibunuh
Hewan
dilarang untuk dibunuh seperti : Semut, lebah dan burung hud-hud, burung Shurad
(kepalanya besar, perutnya putih, punggungnya hijau dan katanya biasa memangsa
burung pipit), katak/kodok.
Nabi bersabda:
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ
الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ.
artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang untuk membunuh empat binatang: semut, lebah, burung Hudhud
dan burung Shurad.” (HR. Abu Daud ,, Ibnu Majah dan Ahmad)
Nabi bersabda :
اَنَّ طَبِيْبًا ذَكَرَ ضِفْدَعًا فِي دَوَاءٍ عِنْدَ رَسُوْلُ اللّهِ
صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَنَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهِ
(رواه النسائى)
Artinya : “Sesungguhnya seorang
tabib bertanya kepada Rasulullah tentang katak untuk keperluan obat,Rasulullah
melarang membunuhnya” ( HR. An-Nasai )
haram memakan kelelawar adalah
ulama Hambali dan Syafi’iyah. Pendapat yang tepat dalam masalah ini, kelelawar
haram dimakan karena dilarang untuk dibunuh sebagaimana disebutkan dalam hadits
berikut ini.
عن عَبد الله بن
عَمْرو ، أنه قال : لاَ تقتلوا الضفادع فإن نقيقها تسبيح ، ولا تقتلوا الخفاش
فإنه لما خرب بيت المقدس قال : يا رب سلطني على البحر حتى أغرقهم
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia
berkata, “Janganlah kalian
membunuh katak, karena suaranya adalah tasbiih. Jangan kalian pula membunuh
kelelawar, karena ketika Baitul-Maqdis roboh ia berkata : ‘Wahai Rabb,
berikanlah kekuasaan padaku atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka”(HR.
Al Baihaqi
Shurad
|
Hud-hud
|
Semut
|
Katak
|
Lebah
|
Kelelawar
|
d. Hewan yang diperintahkan untuk
dibunuh.
Hewan
yang diperintahkan untuk dibunuh, seperti: ular, burung gagak, burung elang,
kalajengking, tikus, dan anjing liar
Nabi bersabda:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ،
وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ الُعَقُوْرُ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika
sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hewan yang digolongkan hewan fasik
dan juga diperintahkan untuk dibunuh adalah cecak atau tokek. Hal ini
berdasarkan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh
tokek, beliau menyebut hewan ini dengan hewan yang fasik” (HR.
Muslim no. 2238). An-awawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim dengan
judul H
Tikus
|
Kalajengking
|
Gagak
|
Ular
|
Tokek
|
Cicak
|
e. Setiap binatang menjijikkan (Khobits)
Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk
memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di
darat).
Termasuk juga dalam kategori
binatang ini adalah binatang-binatang yang kotor dan secara umum menjijikkan,
seperti : lalat, tungau, kutu, kecoa, kumbang, cacing, bekicot dan sejenisnya .
Allah berfirman :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Artinya : “Dan dihalalkan bagi
mereka segala yang baik dan diharamkan bagi mereka segala yang jelek (khobits)”
(QS. Al A’raf : 157)
Lalat
|
Kecoa
|
Bekicot
|
Lintah
|
|
|||
Cacing
|
Ulat
|
Kelabang
|
|
Keputusan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV /2000 Tentang Makan Dan
Budidaya Cacing Dan Jangkrik
Cacing
adalah salah satu jenis hewan yang masuk ke dalam kategori al-Hasyarat. MUI Membenarkan adanya pendapat
ulama (Imam Malik, Ibn Abi Laila dan al-Auza’i) yang menghalalkan memakan
cacing sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan dan
pendapat ulama yang mengharamkan memakannya.Membudidayakan cacing untuk diambil
manfaatnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung
misalnya, tidak untuk dimakan atau dijual, hukumnya boleh (mubah).
Hukum makan jangkrik
Jangkrik adalah binatang serangga
yang sejenis dengan belalang.
Membudidayakan jangkrik untuk
diambil manfaatnya, untuk obat/ kosmetik misalnya, untuk dimakan atau dijual,
hukumnya adalah boleh (mubah, halal), sepanjang tidak menimbulkan bahaya
(mudarat).
4. Binatang yang hidup di 2 (dua)
alam
Sejauh
ini belum ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan
tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian
binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Berikut contoh beberapa hewan
hidup di dua alam dan hukum memakannya:
1) Kepiting: hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.
2) Kura-kura dan penyu: juga halal sebagaimana
madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan
fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla
(6/84).
3) Anjing laut: juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i,
Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).
4) Katak/kodok; hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih
karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
5) Buaya; termasuk hewan yang haram karena memiliki taring yang kuat.
C. Manfaat memakan
hewan yang Halal
1.
Menyehatkan badan dan terhindar dari penyakit.
2.
Menenangkan jiwa sehingga hidupnya tidak gelisah.
3.
Mendorong seseorang untuk menjadi hamba yang bersih.
4.
Mendorong sesoerang untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah.
5.
Menambah khusyu dalam ibadah.
6.
Menyelamatkan diri dari dosa dari siksa api neraka
D. Bahaya (mudarat) memakan
hewan yang diharamkan
1.
Menyebabkan terjangkitnya penyakit.
2.
Berpengaruh pada mental dan prilaku manusia.
3.
Mendorong perbuatan yang dilarang Allah.
4.
Berdosa dan mendapat azab dari neraka.
5.
Mengakibatkan amal ibadah dan doa ditolak oleh Allah
D. Cara menghindari makanan yang bersumber
dari binatang yang di haramkan.
Allah
SWT melarang memakan makanan yang bersumber dari hewan yang diharamkan pasti
mempunyai dampak dari negatif bagi pemakannya. Oleh karena itu hindarilah
makanan tersebut supaya kita terbebas dari pengaruh yang dihasilkan dari
makanan yang diharamkan itu.
Adapun cara menghindari makanan
yang bersumber dari binatang yang di haramkan sbb:
1.
Selalu waspada terhadap makanan yang bersumber dari binatang yang
diharamkan.
2.
Selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.Mencari informasi
tentang makanan yang bersumber dari binatang yang diharamkan baik melalui dari
surat kabar, buku, internet dll.
0 Response to "Makalah TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN"
Post a Comment