loading...

Makalah TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN

TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN 
TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN
Cara Pertama,
          Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
          Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).

Cara Kedua,
          Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
1.         Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
2.         Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3.         Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
4.         Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
5.         Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
6.         Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …”. (HR. Bukhari dan Muslim).
7.         Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
8.         Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
9.         Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anniatau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukanshohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
          Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul qurban.
10.    Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11.    Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a.      Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b.      Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
c.      Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12.    Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13.    Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalamMukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
A.     BINATANG HALAL
          Binatang yang halal ialah binatang yang boleh dimakan dagingnya menurut syariat Islam.
Binatang yang halal adalah sbb  :
1.      Binatang halal berdasarkan dalil umum dari Al Qur’an dan Hadis.
          Dalil umum yang dimaksud di sini adalah dasar yang diambil dari Al Quran dan Hadis yang menunjukkan helallnya binatang secara umum.
Yang termasuk jenis binatang halal berdasarkan dalil umum adalah
a.      Binatang ternak darat.
          Jenis-jenis binatang ternak darat seperti: kambing, domba,sapi, kerbau   dan unta.
firman Allah:
  Artinya: … dihalalkan bagimu binatang ternak …  (QS. Al-Maidah [4[:1)
Kambing
Domba
Sapi
Kerbau
Unta
b.      Binatang laut (air)
          Semua binatang yang hidupnya di dalam air baik berupa ikan atau lainnya, kecuali yang menyerupai binatang haram seperti anjing laut, menurut syariat Islam hukumnya halal dimakan.
          Artinya :”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut yang lezat bagimu dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan …”.(QS. Al-Maidah : 96)
Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha  seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
2.      Binatang halal berdasarkan dalil khusus.
          Yang dimaksud dengan dalil khusus adalah dalil yang langsung menyebut jenis binatang tertentu. Yang termasuk jenis binatang halal yang langsung disebut melalui dalil tertentu sbb :
a.      Kuda
          Kuda merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :
نَحَزْنَا عَلَى عَهْدِرَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Pada zaman Rasulullah kami pernah menyembelih kuda dan kami memakannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
b     Keledai Liar/Himar
          Keledai yang masih liar termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :
فِي قِصَّةِ الْحِمَارِ الوَحْشِ فَأَكَلَ مِنْهُ النَّبِِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Tentang kisah keledai liar, maka Nabi SAW makan sebagian dari daging keledai itu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

c     Ayam
          Ayam juga termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :
رَاَيْتُ النَّبِِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ دُجَاجاً (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Pernah aku melihat Nabi SAW makan daging ayam”  (HR. Bukhari dan Tirmizi)
d     Belalang
          Belalalng merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :
غَزَوْنَا مَعَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ فَاَكَلَ الْجَرَدَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Kami berperang bersama Rasulullah SAW tujuh kali perang, kami memakan belalang” (HR. Bukhari dan Muslim)
e.      Kelinci
Dalam salah satu hadis dijelaskan
Artinya : Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: Ketika kami berjalan melalui Daerah az-Zahran tiba-tiba kami dikejutkan oleh seekor kelinci lalu kami mengejarnya sehinggga penat. Ia berkata lagi: Aku telah mengejarnya sehingga dapat menangkapnya. Aku pun membawanya kepada Abu Talhah lalu beliau menyembelihnya. Beliau mengirimkan kaki dan kedua pahanya kepada Rasulullah s.a.w lalu aku pun membawanya kepada Rasulullah s.a.w dan baginda menerimanya            (HR Bukhari dan Muslim)

3.      Binatang halal berdasarkan Pendapat/Fatwa ulama’.
a.      Musang
          Halal, karena walaupun bertaring hanya saja dia tidak mempertakuti dan memangsa manusia atau hewan lainnya dengan taringnya dan dia juga termasuk dari hewan yang baik (arab: thoyyib). Ini merupakan madzhab Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, dan salah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad. [Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni’ (3/528), dan Asy-Syarhul Kabir (11/67)]
b.      Tupai / Bajing
          Ulama berselisih pendapat tentang hukum makan tupai. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa makan tupai hukumnya halal. Sementara sebagian ulama berpendapat haramnya tupai, karena hewan ini mengigit dengan taringnya. Pendapat kedua ini merupakan pendapat Madzhab Hanafi dan sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Sementara Malikiyah berpendapat makruh. Pendapat yang lebih kuat adalah boleh.
          Hukum memakan Tupai adalah kembali ke hukum asal segala sesuatu yakni halal, selama tidak membahayakan kesehatan. Sebab, memang tak ada dalil baik dari Al Quran dan As Sunnah tentang pengharamannya,  atau makruhnya. Tertulis dalam kitab Hasyiah Al Jumal, kitab fiqih bermadzhab Syafi’i:
وَيَحِلُّ أَيْضًا السِّنْجَابُ وَهُوَ حَيَوَانٌ عَلَى حَدِّ الْيَرْبُوعِ يُتَّخَذُ مِنْ جِلْدِهِ الْفِرَاءُ
artinya: Dan dihalalkan pula Tupai, dia adalah hewan sejenis kangguru yang diambil kulitnya untuk pakaian berbulu..”
c.      Landak
          Hukum landak, mayoritas ulama memandangnya sebagai hewan yang halal untuk dimakan, sedangkan sebagian lagi memakruhkan namun ada pula yang mengharamkannya.
Yang menghalalkan landak adalah Imam Asy Syafi’i dan para pengikut mazhabnya, Imam Laits bin Sa’ad, dan Imam Abu Tsaur. Demikian pula sebagian mazhab Hanbali seperti Imam Asy Syaukani, dan Imam Ash Shan’ani. Sedangkan dari kalangan Maliki ada beberapa riwayat pendapat, tetapi yang kuat mazhab ini membolehkan memakan landak.
B.      BINATANG HARAM
Binatang yang diharamkan ialah binatang yang tidak boleh dimakan berdasarkan hukum syariat Islam.
Macam-macam binatang haram adalah sebagai berikut:
1.      Binatang yang diharamkan dalam penjelasan Al-Qur’an.
          a.      Binatang yang disebutkan pada al-Qur’an surah al-Maidah ayat 3:
artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dari ayat diatas, dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram, yaitu:
a.      Bangkai
          Bangkai yaitu hewan yang mati bukan dengan cara syar’i, baik karena mati sendiri atau karena anak Adam yang tanpa melalui cara syar’i.
Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat-ayat di atas:
1)        Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
2)        Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras.
3)        Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4)         An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
5)        Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6)        Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum.
7)        Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8)        Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9)        Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’:
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan itu) masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzy)
Dikecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
a.      Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
b.      Belalang. Berdasarkan ucapan Ibnu ‘Umar yang memiliki hukum marfu’:
أُحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالسَّمَكُ وَالْجَرَادُ, وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
artinya: “Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
c.       Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`i, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.

b.      Darah, yakni darah yang mengalir dan terpancar. Dikecualikan darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah  yang berada dalam urat-urat setelah penyembelihan.
c.      Daging babi, yaitu mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk lemaknya.
d.      Himar kampung/jinak dan Gighal (okulasi kuda dan himar/ keledai)
Allah telah mengharamkan himar jinak sebagaimana ditegaskan dalam  firmanNya:
Artinya: Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, baghal [820] dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.(an-Nahl [16]:8)
[820]  Baghal yaitu peranakan kuda dengan keledai.
2.      Binatang yang Diharamkan Menurut Penjelasan al-Hadits
          a.      Khimar atau keledai jinak (Keledai Piaraan)
Rasulullah saw bersabda:
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak”. (HR. Muslim)
 
 
Keledai/Khimar
Kuda
3.      Binatang yang diharamkan melalui dalil umum, yaitu : dalil yang hanya menyebut sifat-sifat binatang.
Binatang yang diharamkan berdasarkan dalil umum dengan menyebut sifat-sifat binatang yaitu:
        Binatang buas yang bertaring
        Binatang  yang memiliki cakar (cengkeraman)
        Binatang yang makan kotoran.
        Binatang yang dilarang membunuhnya
        Binatang yang disuruh membunuhnya
a.      Binatang buas dan bertaring
          Binatang buas yang bertaring adalah yang taringnya digunakan untuk memangsa atau menerkam mangsanya. seperti singa, serigala, macann tutul, macan kumbang, anjing, kucing, beruang, buaya, monyet.
 Nabi bersabda :
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ (رواه البخاري ومسلم)
artinya : “Setiap binatang buas yang bertaring, haram dimakan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari mengatakan,
وَمِنْ الْمُسْتَثْنَى أَيْضًا التِّمْسَاح لِكَوْنِهِ يَعْدُو بِنَابِهِ
“Termasuk hewan yang dikecualikan dari kehalalan untuk dimakan adalah buaya karena ia memiliki taring untuk menyerang mangsanya.”
          Haraimau     –       Singa    –        Macan Tutul        Serigala      –       Anjing           –      Beruang
                                                    
                                                   Buaya      –  Monyet   –    Kucing
b.      Semua burung yang memiliki cakar/ berkuku tajam.
          Semua burung yang memiliki cakar yang kuat yang dia memangsa dengannya, seperti: Elang, Rajawali, Kakatua, Nasar, burung hantu.
Nabi bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ ( رواه مسلم )
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim)
نَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِِّ ذِيْ مِحْلَبِ مِنَ الطَّيْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Rasulullah telah melarang (memakan) setiap burung yang berkuku tajam” (HR. Muslim).
 
Rajawali
Kakatua
Burung Hantu
Nasar/Hering
Elang Jawa
c.       Hewan yang dilarang untuk dibunuh
          Hewan dilarang untuk dibunuh seperti : Semut, lebah dan burung hud-hud, burung Shurad (kepalanya besar, perutnya putih, punggungnya hijau dan katanya biasa memangsa burung pipit), katak/kodok.
Nabi bersabda:
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ.
artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh empat binatang: semut, lebah, burung Hudhud dan burung Shurad.” (HR. Abu Daud ,, Ibnu Majah dan Ahmad)
Nabi bersabda :
اَنَّ طَبِيْبًا ذَكَرَ ضِفْدَعًا فِي دَوَاءٍ عِنْدَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَنَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهِ (رواه النسائى)
Artinya : “Sesungguhnya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah tentang katak untuk keperluan obat,Rasulullah melarang membunuhnya” ( HR. An-Nasai )
haram memakan kelelawar adalah ulama Hambali dan Syafi’iyah. Pendapat yang tepat dalam masalah ini, kelelawar haram dimakan karena dilarang untuk dibunuh sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
عن عَبد الله بن عَمْرو ، أنه قال : لاَ تقتلوا الضفادع فإن نقيقها  تسبيح ، ولا تقتلوا الخفاش فإنه لما خرب بيت المقدس قال : يا رب سلطني على البحر حتى أغرقهم
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata,  “Janganlah kalian membunuh katak, karena suaranya adalah tasbiih. Jangan kalian pula membunuh kelelawar, karena ketika Baitul-Maqdis roboh ia berkata : ‘Wahai Rabb, berikanlah kekuasaan padaku atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka”(HR. Al Baihaqi
Shurad
Hud-hud
Semut
Katak
Lebah
Kelelawar
d.      Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh.
          Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh, seperti: ular, burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing liar
Nabi bersabda:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ الُعَقُوْرُ    (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hewan yang digolongkan hewan fasik dan juga diperintahkan untuk dibunuh adalah cecak atau tokek. Hal ini berdasarkan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh tokek, beliau menyebut hewan ini dengan hewan yang fasik” (HR. Muslim no. 2238). An-awawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim dengan judul H
Tikus
Kalajengking
Gagak
Ular
Tokek
Cicak
e.      Setiap binatang menjijikkan (Khobits)
          Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).
Termasuk juga dalam kategori binatang ini adalah binatang-binatang yang kotor dan secara umum menjijikkan, seperti : lalat, tungau, kutu, kecoa, kumbang, cacing, bekicot dan sejenisnya .
Allah berfirman :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Artinya : “Dan dihalalkan bagi mereka segala yang baik dan diharamkan bagi mereka segala yang jelek (khobits)” (QS. Al A’raf : 157)
 
 
 
Lalat
Kecoa
Bekicot
Lintah
 
 
 

Cacing
Ulat
Kelabang

          Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV /2000 Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik
          Cacing adalah salah satu jenis hewan yang masuk ke dalam kategori al-Hasyarat. MUI Membenarkan adanya pendapat ulama (Imam Malik, Ibn Abi Laila dan al-Auza’i) yang menghalalkan memakan cacing sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan dan pendapat ulama yang mengharamkan memakannya.Membudidayakan cacing untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam. Membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan atau dijual, hukumnya boleh (mubah).
Hukum makan jangkrik
Jangkrik adalah binatang serangga yang sejenis dengan belalang.
Membudidayakan jangkrik untuk diambil manfaatnya, untuk obat/ kosmetik misalnya, untuk dimakan atau dijual, hukumnya adalah boleh (mubah, halal), sepanjang tidak menimbulkan bahaya (mudarat).
4.      Binatang yang hidup di 2 (dua) alam
          Sejauh ini belum ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Berikut contoh beberapa hewan hidup di dua alam dan hukum memakannya:
1)     Kepiting: hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.
2)      Kura-kura dan penyu: juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).
3)      Anjing laut: juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).
4)      Katak/kodok; hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
5)      Buaya; termasuk hewan yang haram karena memiliki taring yang kuat.
C.     Manfaat memakan hewan yang Halal
1.         Menyehatkan badan dan terhindar dari penyakit.
2.         Menenangkan jiwa sehingga hidupnya tidak gelisah.
3.         Mendorong seseorang untuk menjadi hamba yang bersih.
4.         Mendorong sesoerang untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah.
5.         Menambah khusyu dalam ibadah.
6.         Menyelamatkan diri dari dosa dari siksa api neraka
D.     Bahaya (mudarat) memakan hewan yang diharamkan
1.         Menyebabkan terjangkitnya penyakit.
2.         Berpengaruh pada mental dan prilaku manusia.
3.         Mendorong perbuatan yang dilarang Allah.
4.         Berdosa dan mendapat azab dari neraka.
5.         Mengakibatkan amal ibadah dan doa ditolak oleh Allah
D.      Cara menghindari makanan yang bersumber dari binatang yang di haramkan.
          Allah SWT melarang memakan makanan yang bersumber dari hewan yang diharamkan pasti mempunyai dampak dari negatif bagi pemakannya. Oleh karena itu hindarilah makanan tersebut supaya kita terbebas dari pengaruh yang dihasilkan dari makanan yang diharamkan itu.
Adapun cara menghindari makanan yang bersumber dari binatang yang di haramkan sbb:
1.         Selalu waspada terhadap makanan yang bersumber dari binatang yang diharamkan.
2.         Selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.Mencari informasi tentang makanan yang bersumber dari binatang yang diharamkan baik melalui dari surat kabar, buku, internet dll.


0 Response to "Makalah TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN"

Post a Comment

loading...